KABAR CIANJUR - Idul Adha, yang dikenal juga sebagai Hari Raya Kurban,
merupakan momen penting dalam Islam yang diperingati oleh muslim di seluruh
dunia setiap tanggal 10 Dzulhijjah. Perayaan ini memiliki sejarah, mengisahkan
keteladanan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail yang ikhlas menjalankan perintah Allah
SWT. Allah menguji kesabaran Nabi Ibrahim dengan perintah untuk menyembelih
putranya tercinta, yaitu Ismail. Dengan keteguhan dan ketaatan, keduanya ikhlas
menjalankan perintah-Nya. Lalu Allah gantikan dengan sembelihan besar berupa
domba jantan dari surga.
Meneruskan amalan tersebut, kini umat Muslim
menjalankan perintah Allah dengan menyembelih hewan kurban untuk kemudian
mereka bagikan. Di beberapa wilayah, perayaan Idul Adha banyak dihiasi kegiatan
penyembelihan hewan kurban. Namun ternyata di wilayah yang lain masih banyak
desa yang minim pekurban, atau bahkan tidak ada sama sekali. Ibadah kurban
bukan sekadar ritual penyembelihan hewan, tetapi juga memiliki makna sosial
yang mendalam. Melalui kurban, umat Islam diajarkan nilai kepedulian dan
solidaritas terhadap sesama, khususnya mereka yang kurang mampu. Daging kurban
dibagikan secara merata, menjadi simbol keadilan sosial dan sarana mempererat
tali persaudaraan di tengah masyarakat. Kurban juga menanamkan semangat
berbagi, keikhlasan, dan pengorbanan demi kebaikan bersama.
Pemerataan distribusi hewan kurban sangat
diperlukan mengingat ketimpangan konsumsi daging masyarakat secara nasional
yang sangat tinggi.
Institute for Demographic and Poverty Studies
(IDEAS) menyebut satu persen masyarakat terkaya mengonsumsi 42% produksi daging
nasional atau sekitar 56 ribuan ton. Sementara sebanyak 95% penduduk termasuk
golongan termiskin hanya konsumsi 0,98 persen konsumsi daging nasional.
Artinya, masyarakat yang penghasilan rendah mengalami kerawanan pangan (
food
insecurity). Indikator ketidakcukupan konsumsi pangan yaitu dimana konsumsi
energi biasanya sehari-hari dari makanan tidak cukup untuk memenuhi tingkat
energi yang dibutuhkan untuk hidup normal, aktif dan sehat. Salah satu yang
menunjang energi yaitu konsumsi protein.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi
daging sapi segar per kapita pada tahun 2024 adalah 0,446 kilogram per tahun.
Ini berarti, secara rata-rata, setiap individu di Indonesia hanya mengonsumsi
kurang dari setengah kilogram daging sapi segar sepanjang tahun. Angka tersebut
mencerminkan penurunan sebesar 10% dibandingkan konsumsi tahun 2023. Penurunan
ini menandai tren negatif yang telah berlangsung selama dua tahun
berturut-turut, yaitu sejak tahun 2023 dan berlanjut pada 2024. Penurunan ini
membuat angka konsumsi 2024 menjadi yang terendah dalam lima tahun terakhir.
Ini mengindikasikan adanya hambatan tertentu dalam akses terhadap daging sapi,
baik dari segi harga, distribusi, maupun faktor lainnya.
Kesenjangan konsumsi daging di Indonesia sangat
tinggi, tidak hanya terjadi antar kelas ekonomi namun juga antar daerah.
Berdasarkan data
Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS),
terdapat perbedaan yang mencolok dalam rata-rata konsumsi daging per kapita per
tahun antara wilayah di Pulau Jawa dan luar Jawa. Di Jawa, konsumsi tertinggi
tercatat di Kota Jakarta Timur sebesar 2,779 kilogram per kapita per tahun,
sementara yang terendah di Kabupaten Ngawi hanya 0,025 kilogram per kapita per
tahun. Kemudian, di luar Jawa, Kota Padang Panjang mencatat konsumsi tertinggi
sebesar 2,147 kilogram per kapita per tahun, sedangkan Kabupaten Nias Barat
hanya 0,008 kilogram per kapita per tahun. Hal ini mencerminkan adanya
ketimpangan akses atau preferensi konsumsi daging yang signifikan, baik antar
wilayah dalam satu pulau maupun antar pulau. Kota-kota besar dengan status
ekonomi lebih tinggi dan akses pasar yang lebih baik cenderung memiliki
konsumsi daging yang lebih tinggi, sementara daerah tertinggal dan kepulauan
terpencil memiliki tingkat konsumsi yang sangat rendah.
Mengapa konsumsi daging penting bagi penduduk
Indonesia? Ada beberapa alasan:
Pertama. Sumber protein
berkualitas tinggi, daging merah adalah sumber protein berkualitas tinggi
dengan 20-24 gram protein per 100 gram. Protein dalam daging merah mengandung
asam amino yang penting untuk pertumbuhan, pemeliharaan, dan perbaikan tubuh serta
berfungsi sebagai sumber energi;
Kedua. Bagian dari keragaman dan
kualitas pangan, berdasarkan data yang dirilis oleh
The Economist dalam
Global
Food Security Index 2022, nilai indikator kualitas protein dan keragaman
pangan negara Indonesia masih tergolong sangat lemah. Nilai indikator kualitas
protein Indonesia adalah 49,1, sementara rata-rata kualitas konsumsi protein
global adalah 68,5;
Ketiga. Kualitas konsumsi protein penduduk
indonesia masih rendah, Konsumsi daging di Indonesia masih di bawah rata-rata
dunia. Mengutip data
Organization of Economic Cooperation and Development,
konsumsi daging sapi sebesar 2,2 kg per kapita dan daging domba sebesar 0,4 kg
per kapita di Indonesia pada tahun 2021. Konsumsi daging sapi dan daging domba dalam
negeri ini masih di bawah rata-rata dunia yang sebesar 6,4 kg per kapita untuk
daging sapi dan 1,8 kg per kapita untuk daging domba.
Lembaga Zakat memiliki peran strategis dalam
menjawab tantangan kesenjangan sosial ibadah kurban dan kesenjangan konsumsi
dagi bagi masyarakat Indonesia. Namun pertanyaannya, apakah boleh berkurban
melalui lembaga zakat? Dalam buku Fikih Muamalah Kontemporer Jilid 3 karya Dr.
Oni Sahroni, menyebutkan bahwa diperbolehkan kurban melalui lembaga dengan
ketentuan: 1). Keterangan dari lembaga perihal kurban harus diketahui oleh pekurban
secara jelas dan kerelaan hati pekurban itu termasuk ijab dan qobul; 2). Serah
terima tidak terbatas pada fisik kurban, tetapi yang menjadi tolak ukur adalah
perpindahan kepemilikan dari donatur kepada mustahik melalui lembaga penerima
Amanah; 3). Diperkenankan dalam Islam seseorang berkurban dengan cara
mewakilkan kepada pihak lain untuk melakukan penyembelihan sekaligus
mendistribusikan dagingnya untuk masyarakat dan para mustahik.
Mengingat masih kompleksnya permasalahan pangan dan
kelaparan di Indonesia, Rumah Zakat berupaya melakukan inovasi dalam
pelaksanaan ibadah kurban. Meski belum dianggap “umum” dibandingkan dengan
pelaksanaan ibadah kurban secara konvensional, Rumah Zakat konsisten mengajak
para donatur untuk turut berkontribusi dalam penyelesaian masalah yang lebih
besar pada setiap momen Idul Adha. Upaya pengolahan daging kurban dalam bentuk
makanan olahan kaleng, dan pelaksanaan kurban di wilayah-wilayah terpencil
dilakukan dalam rangka pemerataan distribusi, dan memperluas kebermanfaatan kurban
para Mudhohi. Inovasi yang dilakukan Rumah Zakat dengan menghadirkan program
Superqurban dan Desaku Berqurban.
Superqurban adalah program
optimalisasi ibadah kurban yang dilakukan dengan cara mengolah dan mengemas
daging kurban menjadi cadangan pangan berprotein hewani dalam bentuk kornet
atau rendang. Program ini sangat tepat untuk membantu masyarakat yang tinggal
di wilayah rawan pangan, memiliki tingkat kelaparan yang tinggi, serta para
penyintas bencana. Hal ini karena produk Superqurban dikemas secara praktis,
mudah didistribusikan, dan memiliki daya simpan yang lama sehingga cocok
digunakan sebagai persediaan makanan. Sementara itu, Desaku Berqurban merupakan
program pelaksanaan ibadah kurban yang difokuskan di desa-desa terpencil guna
mendukung pemerataan distribusi daging kurban. Hewan kurban dalam program ini
berasal dari para peternak lokal sebagai bagian dari upaya pemberdayaan
masyarakat desa. Di tengah krisis pangan dan ekonomi, manfaat program Desaku
Berqurban semakin dirasakan, baik oleh masyarakat penerima daging kurban maupun
oleh para peternak yang memperoleh penghasilan dari penjualan hewan kurban
mereka. Selama tahun 2024, Rumah Zakat telah menyalurkan olahan daging dari
program Superqurban dan Desaku Berqurban kepada 182.532 penerima manfaat yang
tersebar di 24 provinsi, mulai dari Aceh hingga Papua.[Dnisa/KabarCianjur.com]
C
Comments0
Terima Kasih atas saran, masukan, dan komentar anda.