22 Buruh Yang Disekap di Tangerang Merupakan Warga Cianjur
5:50:00 PM
CIANJUR, (KC).- Sebanyak 23 orang buruh yang menjadi korban penyekapan
dan penganiayaan di pabrik kuali di Kampung Bayur Opak, RT 03/RW 06,
Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur, Tangerang, tiba di kantor
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A)
Kabupaten Cianjur pada Minggu (5/5) dini hari. Mereka tiba dengan
menggunakan bus dari Polresta Tangerang.
Dari 23 buruh yang berhasil diselamatkan itu, 22 merupakan buruh yang berasal dari Cianjur dan seorang buruh lainya berasal dariKabupaten Bandung. Bahkan dari puluhan buruh tersebut, empat orang diantaranya masih dibawah umur.
Ketua Bidang Pelayanan Umum P2TP2A Kabupaten Cianjur, Lidya Indayani Umar mengatakan, para buruh yang tiba di P2TP2A merupakan korban penyekapan dan penganiayaan yang berhasil diungkap oleh aparat kepolisian beberapa hari lalu. "Kita sedang melakukan pendataan, dari 23 buruh, 1 diantaranya berasal dari Bandung," katanya.
Terungkapnya kasus penyekapan dan penyiksaan buruh tersebut tidak terlepas dari adanya laporan seorang buruh asal Kecamatan Mande Kabupaten Cianjur yang berhasil kabur. Saat itu, buruh tersebut melaporkan peristiwa yang menimpanya ke Kepala Desa Jamali, Cece Rusmana, yang kemudian ditindaklanjuti dengan mendatangi lokasi pabrik di Tangerang bersama aparat kepolisian dari Babinkamtibmas.
"Waktu itu kita mendapatkan laporan dari warga yang dari Mande dan Lampang. Mereka bilang telah menjadi korban penyekapan dan penyiksaan saat menjadi buruh. Kalau tidak salah pada tanggal 23 Februari kita datang ke lokasi pabrik. Waktu itu kita sempat bertemu dengan bosnya dan para buruh, tapi kedatangan kita saat itu para buruh mengaku tidak ada masalah apa-apa. Rupanya sudah di-setting sedemikian rupa sama bosnya," terang Cece di Kantor P2TP2A Kabupaten Cianjur, Minggu (5/5/2013).
Karena penasaran, Cece kemudian berkoordinasi dengan Camat Blambangan Lampung karena salah seorang korbannya berasal dari Lampung. Rupanya, aksi perbudakan disertai penyekapan dan penyiksaan sudah diincar aparat kepolisian yang langsung melakukan penggerebekan.
"Kita datang ke lokasi pabrik pada Jum'at malam. Ternyata sudah digerebek oleh aparat kepolisian. Saat kita melakukan pendataan ternyata ada 22 warga Cianjur dan langsung dipulangkan termasuk 1 orang dari Bandung, dipulangkan pada Minggu (5/5/2013) dinihari," terangnya
Sementara itu salah seorang buruh yang mendapatkan penyiksaan, Rahmat (16) mengaku, dia tertarik bekerja saat ditawari tetangganya dengan gaji Rp 600 ribu per bulan dengan fasilitas makan dan tempat tinggal. Dirinya tidak mengetahui akan ditempatkan dimana, namun diakui Rahmat, dirinya tergiur dengan iming-iming yang ditawarkan.
"Saya tertarik dengan tawaran tempatnya bebas dan dapat makan serta tempat tinggal yang nyaman dengan gaji per bulan mencapai Rp 600 ribu. Tapi kenyataanya tidak demikian, saya dipaksa untuk bekerja dan tidak jarang mendapatkan perlakuan kasar," katanya.
Diakui Rahmat, dia diwajibkan bekerja mulai pukul 06:00 WIB hingga 22:00 WIB. Selama bekerja dirinya diberikan kesempatan hanya untuk beristirahat sekaligus makan. "Kita dapat makan tiga kali yakni sebelum kerja, jam 12 untuk makan siang dan jam 6 untuk makan malam. Kalau kita terlihat leha-leha sedikit, langsung ditampar sama mandornya. Bahkan teman saya ada yang ditendang dan dipukul. Setelah kita bekerja, semua dimasukkan ke dalam mes dan dikunci dari luar, kami tidak bisa keluar. Didalam ruangan itu terdapat sekitar 34 orang,” tegasnya (KC-02)**.
Dari 23 buruh yang berhasil diselamatkan itu, 22 merupakan buruh yang berasal dari Cianjur dan seorang buruh lainya berasal dariKabupaten Bandung. Bahkan dari puluhan buruh tersebut, empat orang diantaranya masih dibawah umur.
Ketua Bidang Pelayanan Umum P2TP2A Kabupaten Cianjur, Lidya Indayani Umar mengatakan, para buruh yang tiba di P2TP2A merupakan korban penyekapan dan penganiayaan yang berhasil diungkap oleh aparat kepolisian beberapa hari lalu. "Kita sedang melakukan pendataan, dari 23 buruh, 1 diantaranya berasal dari Bandung," katanya.
Terungkapnya kasus penyekapan dan penyiksaan buruh tersebut tidak terlepas dari adanya laporan seorang buruh asal Kecamatan Mande Kabupaten Cianjur yang berhasil kabur. Saat itu, buruh tersebut melaporkan peristiwa yang menimpanya ke Kepala Desa Jamali, Cece Rusmana, yang kemudian ditindaklanjuti dengan mendatangi lokasi pabrik di Tangerang bersama aparat kepolisian dari Babinkamtibmas.
"Waktu itu kita mendapatkan laporan dari warga yang dari Mande dan Lampang. Mereka bilang telah menjadi korban penyekapan dan penyiksaan saat menjadi buruh. Kalau tidak salah pada tanggal 23 Februari kita datang ke lokasi pabrik. Waktu itu kita sempat bertemu dengan bosnya dan para buruh, tapi kedatangan kita saat itu para buruh mengaku tidak ada masalah apa-apa. Rupanya sudah di-setting sedemikian rupa sama bosnya," terang Cece di Kantor P2TP2A Kabupaten Cianjur, Minggu (5/5/2013).
Karena penasaran, Cece kemudian berkoordinasi dengan Camat Blambangan Lampung karena salah seorang korbannya berasal dari Lampung. Rupanya, aksi perbudakan disertai penyekapan dan penyiksaan sudah diincar aparat kepolisian yang langsung melakukan penggerebekan.
"Kita datang ke lokasi pabrik pada Jum'at malam. Ternyata sudah digerebek oleh aparat kepolisian. Saat kita melakukan pendataan ternyata ada 22 warga Cianjur dan langsung dipulangkan termasuk 1 orang dari Bandung, dipulangkan pada Minggu (5/5/2013) dinihari," terangnya
Sementara itu salah seorang buruh yang mendapatkan penyiksaan, Rahmat (16) mengaku, dia tertarik bekerja saat ditawari tetangganya dengan gaji Rp 600 ribu per bulan dengan fasilitas makan dan tempat tinggal. Dirinya tidak mengetahui akan ditempatkan dimana, namun diakui Rahmat, dirinya tergiur dengan iming-iming yang ditawarkan.
"Saya tertarik dengan tawaran tempatnya bebas dan dapat makan serta tempat tinggal yang nyaman dengan gaji per bulan mencapai Rp 600 ribu. Tapi kenyataanya tidak demikian, saya dipaksa untuk bekerja dan tidak jarang mendapatkan perlakuan kasar," katanya.
Diakui Rahmat, dia diwajibkan bekerja mulai pukul 06:00 WIB hingga 22:00 WIB. Selama bekerja dirinya diberikan kesempatan hanya untuk beristirahat sekaligus makan. "Kita dapat makan tiga kali yakni sebelum kerja, jam 12 untuk makan siang dan jam 6 untuk makan malam. Kalau kita terlihat leha-leha sedikit, langsung ditampar sama mandornya. Bahkan teman saya ada yang ditendang dan dipukul. Setelah kita bekerja, semua dimasukkan ke dalam mes dan dikunci dari luar, kami tidak bisa keluar. Didalam ruangan itu terdapat sekitar 34 orang,” tegasnya (KC-02)**.