Gara-gara Masalah Tanah, Pemprov Jabar Digugat Warga Bojongpicung dan Ciranjang
6:36:00 PM
CIANJUR, [KC].- Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) digugat oleh warga di dua kecamatan yakni Kecamatan Ciranjang dan Bojongpicung terkait klem tanah pertanian diwilayah mereka. Gugatan tersebut disampaikan melalui Pengadilan Negeri (PN) Cianjur.
Informasi yang berhasil dihimpun menyebutkan, gugatan tersebut berawal ketika sejumlah warga di dua kecamatan meminta pengembalian tanah yang sebelumnya pernah dibeli pemerintah Belanda pada tahun 1919, dan dijanjikan untuk dikembalikan kepada pihak pemilik setelah 10 tahun kemudian. Namun pada pelaksanaannya, pengembalian tanah disesuaikan dengan kategori yang ditentukan. Sedangkan untuk ahli waris hanya disisakan sekitar 50 hektar dari luas lahan sebelumnya 1.086 hektar.
"Ada sekitar 189 orang ahli waris. Dari areal 50 hektar, baru diberikan pada 149 orang dengan luas sekitar 37 hektar. Sisanya belum juga dibagikan sampai sekarang,” ujar perwakilan ahli waris, Aban Rohendi (72), warga Kampung Babakansoka, RT01/06, Desa Neglasari, Kecamatan Bojongpicung, Rabu (17/7/2013).
Tidak hanya tuntutan pengembalian sisa tanah yang dijanjikan, yakni seluas 13 hektar, pihaknya juga menuntut adanya ganti rugi. "Sudah berapa puluh tahun lahan itu disewakan, kita minta ganti rugi untuk hasil sawah yang selama ini disewakan dari tahun 1972. Sayangnya meski sempat ada SK dari gubernur pada 1968 untuk mengembalikan hak kami, tapi realisasinya tidak pernah ada,” paparnya.
Kuasa hukum warga, Ermayadi Miharja berharap, PN Cianjur bisa memutuskan dan mengabulkan seluruh gugatan yang diajukan oleh warga. "Tentu kami berharap gugatan ini bisa bisa terkabul dan tergugat bisa menyerahkan tanah milik warga. Tapi, sekarang masih dalam tahap mediasi antara kedua belah pihak,” ujarnya.
Sementara itu, Biro Hukum Pemprop Jawa Barat, Deni Wahyudin mengatakan, gugatan yang dilakukan warga tersebut adalah salah sasaran. Pasalnya, tanah yang ada di wilayah tersebut, adalah tanah yang ada dibawah Badan Pertanahan Nasional (BPN)
"Tanah yang masuk dalam gugatan itu sudah di kuasai oleh Negara sejak tahun 1984. Sehingga, gubernur pun tidak punya kewenangan masalah ini. Tanah itu dibawah BPN, kalau mau minta hak tanah itu, ya harus ke BPN,” ujarnya.
Dengan demikian kata Deni, gugatan yang dilakukan warga tersebut salah alamat. Selain itu, pihaknya menganggap, tanah yang dipermasalahkan tersebut telah selesai dan dibagikan. "Tanah 13 hektar yang dikelem sebagai tanah sisa itu tidak ada pisiknya, dan semua sudah didistribusikan dibagikan ke pemiliknya. Sehingga, saya menggap gugatan ini salah alamat," jelasnya [KC-02/rs]**.
Informasi yang berhasil dihimpun menyebutkan, gugatan tersebut berawal ketika sejumlah warga di dua kecamatan meminta pengembalian tanah yang sebelumnya pernah dibeli pemerintah Belanda pada tahun 1919, dan dijanjikan untuk dikembalikan kepada pihak pemilik setelah 10 tahun kemudian. Namun pada pelaksanaannya, pengembalian tanah disesuaikan dengan kategori yang ditentukan. Sedangkan untuk ahli waris hanya disisakan sekitar 50 hektar dari luas lahan sebelumnya 1.086 hektar.
"Ada sekitar 189 orang ahli waris. Dari areal 50 hektar, baru diberikan pada 149 orang dengan luas sekitar 37 hektar. Sisanya belum juga dibagikan sampai sekarang,” ujar perwakilan ahli waris, Aban Rohendi (72), warga Kampung Babakansoka, RT01/06, Desa Neglasari, Kecamatan Bojongpicung, Rabu (17/7/2013).
Tidak hanya tuntutan pengembalian sisa tanah yang dijanjikan, yakni seluas 13 hektar, pihaknya juga menuntut adanya ganti rugi. "Sudah berapa puluh tahun lahan itu disewakan, kita minta ganti rugi untuk hasil sawah yang selama ini disewakan dari tahun 1972. Sayangnya meski sempat ada SK dari gubernur pada 1968 untuk mengembalikan hak kami, tapi realisasinya tidak pernah ada,” paparnya.
Kuasa hukum warga, Ermayadi Miharja berharap, PN Cianjur bisa memutuskan dan mengabulkan seluruh gugatan yang diajukan oleh warga. "Tentu kami berharap gugatan ini bisa bisa terkabul dan tergugat bisa menyerahkan tanah milik warga. Tapi, sekarang masih dalam tahap mediasi antara kedua belah pihak,” ujarnya.
Sementara itu, Biro Hukum Pemprop Jawa Barat, Deni Wahyudin mengatakan, gugatan yang dilakukan warga tersebut adalah salah sasaran. Pasalnya, tanah yang ada di wilayah tersebut, adalah tanah yang ada dibawah Badan Pertanahan Nasional (BPN)
"Tanah yang masuk dalam gugatan itu sudah di kuasai oleh Negara sejak tahun 1984. Sehingga, gubernur pun tidak punya kewenangan masalah ini. Tanah itu dibawah BPN, kalau mau minta hak tanah itu, ya harus ke BPN,” ujarnya.
Dengan demikian kata Deni, gugatan yang dilakukan warga tersebut salah alamat. Selain itu, pihaknya menganggap, tanah yang dipermasalahkan tersebut telah selesai dan dibagikan. "Tanah 13 hektar yang dikelem sebagai tanah sisa itu tidak ada pisiknya, dan semua sudah didistribusikan dibagikan ke pemiliknya. Sehingga, saya menggap gugatan ini salah alamat," jelasnya [KC-02/rs]**.