Pengrajin Tahu Tempe Cemas Akibat Melemahnya Nilai Tukar Rupiah
5:24:00 AM
CIANJUR, [KC].- Meski belum banyak dirasakan dampaknya akibat melemahnya nilai tukar rupiah atas dolar AS, namun kondisi tersebut mencemaskan sejumlah pengrajin tahu tempe di Cianjur. Pasalnya sewaktu-waktu harga bahan baku kedelai impor tersebut bisa melambung naik.
"Ini bom waktu saja sebenarnya, saat ini importir itu dikuasai oleh importir besar. Memang banyak importir kecil, tapi tidak rasional. Ini bisa berubah kondisinya sewaktu-waktu yang membuat harga bisa melambung," kata Ketua Koperasi Pengrajin Tahu Tempe Indonesia (Kopti) Kabupaten Cianjur, Hugo Siswaya saat dihubungi, Senin (30/3/2015).
Menurut Hugo, jika stok yang ada di tangan importir kecil sudah menipis, tidak menutup kemungkinan harga kedelai impor itu akan melambung. "Sekarang masih aman, karena stoknya masih ada, tapi kalau sudah menipis, tentu akan berdampak. Kita ini dimainkan oleh importir besar, mereka bisa saja menaikkan harganya," papar Hugo.
Salah satu upaya untuk mengamankan kestabilan harga kedelai impor, pemerintah harus turun tangan. Perpres Nomor 32 tahun 2013 harus direalisasikan bahwa Bulog untuk menstabilkan harga dan distribusi. "Terus terang dengan naiknya dolas AS pengrajin tahu tempe masih untung, tapi merasa was-was. Saat ini harga masih stabil lantaran stok masih ada. Tapi kita tidak tahu kondisi ini sampai kapan," katanya.
Hingga saat ini harga kedelai impor di jual dengan harga Rp 7.350 per kilogramnya. Harga tersebut sewaktu-waktu bisa berubah jika stok yang ada diimportir kecil menipis. "Ini tidak permanen, tinggal tunggu bom waktu saja, sudah pasti kita tidak akan berdaya," tegasnya.
Sementara itu seorang pemasok kacang kedelai di Pasar Cipanas Iwan Hermawan mengaku, dirinya sudah memasok kacang kedelao dari tahun 2002, namun hingga kini masih mengandalkan barang impor.
"Akibat impor, harga juga kerap tidak stabil. Saat rupiah melemah saja, harga satu kuintal mencapai Rp 740 ribu hingga Rp 820 ribu. Padahal normalnya Rp 720 ribu per kuintal, jelas ini menyulitkannya padahal permintaah cukup tinggi," katanya.
Dirinya mengaku kacang kedelai itu impor dari Amerika, sehingga harganya juga memang tidak murah. Pasalnya, kedelai lokal itu barangnya sedikit dan kualitasnya tidak sebagus impor. "Permintaan kacang kedelai sendiri dari para pedagang lumayan tinggi, sehingga pengiriman satu bulan sekali seberat satu ton. Jika harganya mahal jelas akan memberatkan kami," ungkapnya.
Ia berharap, pemerintah bisa menyediakan kacang kedelai lokal namun kualitas impor. Ini tentunya sangat diharapkan bisa menekan harganya yang kerap melonjak. "Barang lokal itu dari daerah Jawa dan Jampang itu kurang. Sehingga dalam seminggu barang sudah habis," paparnya [KC-02]**.
"Ini bom waktu saja sebenarnya, saat ini importir itu dikuasai oleh importir besar. Memang banyak importir kecil, tapi tidak rasional. Ini bisa berubah kondisinya sewaktu-waktu yang membuat harga bisa melambung," kata Ketua Koperasi Pengrajin Tahu Tempe Indonesia (Kopti) Kabupaten Cianjur, Hugo Siswaya saat dihubungi, Senin (30/3/2015).
Menurut Hugo, jika stok yang ada di tangan importir kecil sudah menipis, tidak menutup kemungkinan harga kedelai impor itu akan melambung. "Sekarang masih aman, karena stoknya masih ada, tapi kalau sudah menipis, tentu akan berdampak. Kita ini dimainkan oleh importir besar, mereka bisa saja menaikkan harganya," papar Hugo.
Salah satu upaya untuk mengamankan kestabilan harga kedelai impor, pemerintah harus turun tangan. Perpres Nomor 32 tahun 2013 harus direalisasikan bahwa Bulog untuk menstabilkan harga dan distribusi. "Terus terang dengan naiknya dolas AS pengrajin tahu tempe masih untung, tapi merasa was-was. Saat ini harga masih stabil lantaran stok masih ada. Tapi kita tidak tahu kondisi ini sampai kapan," katanya.
Hingga saat ini harga kedelai impor di jual dengan harga Rp 7.350 per kilogramnya. Harga tersebut sewaktu-waktu bisa berubah jika stok yang ada diimportir kecil menipis. "Ini tidak permanen, tinggal tunggu bom waktu saja, sudah pasti kita tidak akan berdaya," tegasnya.
Sementara itu seorang pemasok kacang kedelai di Pasar Cipanas Iwan Hermawan mengaku, dirinya sudah memasok kacang kedelao dari tahun 2002, namun hingga kini masih mengandalkan barang impor.
"Akibat impor, harga juga kerap tidak stabil. Saat rupiah melemah saja, harga satu kuintal mencapai Rp 740 ribu hingga Rp 820 ribu. Padahal normalnya Rp 720 ribu per kuintal, jelas ini menyulitkannya padahal permintaah cukup tinggi," katanya.
Dirinya mengaku kacang kedelai itu impor dari Amerika, sehingga harganya juga memang tidak murah. Pasalnya, kedelai lokal itu barangnya sedikit dan kualitasnya tidak sebagus impor. "Permintaan kacang kedelai sendiri dari para pedagang lumayan tinggi, sehingga pengiriman satu bulan sekali seberat satu ton. Jika harganya mahal jelas akan memberatkan kami," ungkapnya.
Ia berharap, pemerintah bisa menyediakan kacang kedelai lokal namun kualitas impor. Ini tentunya sangat diharapkan bisa menekan harganya yang kerap melonjak. "Barang lokal itu dari daerah Jawa dan Jampang itu kurang. Sehingga dalam seminggu barang sudah habis," paparnya [KC-02]**.