HEADLINE
---
deskripsi gambar

Dana Desa Bertambah dan Masa jabatan Kepala Desa Berubah, Siapakah Yang di Untungkan?

Oleh : Hasan Munadi

  Membangun Indonesia dari Desa, itulah slogan yang senantiasa di dengungkan dan kita dengar sehingga menjadi spirit bagi pemerintah dalam membuat kebijakan sehingga program pembangunan baik secara fisik maupun non fisik, pengembangan sumberdaya manusia maupun alamnya, mulai dari pusat, provinsi hingga daerah bermuara ke desa. Selaras dengan perkataan dari salah satu pendiri bangsa yakni Bung Hatta yang mengatakan bahwa “Indonesia tidak akan bercahaya karena obor besar di jakarta, tetapi Indonesia akan bercahaya karena lilin-lilin di Desa”. Artinya bahwa sebaik apapun se megah apapun geliat pembangunan yang dilangsungkan di Ibu kota negara Jakarta ketika dampaknya tidak sampai dapat dirasakan ke Desa tidak akan ada artinya, yang notabene Indonesia lahir karena gabungan dari Desa Desa sehingga menjadi satu kesatuan berbentuk negara.

  Disamping persoalan pembangunan yang sangat kompleks karena begitu luasnya wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang kita cintai ini, tergabung dari berbagai wilayah, berpulau pulau melintasi lautan, berbukit dan pegunungan, gabungan dari berbagai suku, pemerintah berupaya untuk senantiasa hadir ditengah kehidupan masyarakat hingga sampai ke desa desa sehingga pemerataan pembangunan dapat dirasakan dengan sesungguhnya.

  Desa sendiri memiliki arti sesuai dengan Undang-undang tentang desa yakni Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 1 ayat 1, mengatakan bahwa Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  Dalam mengatur dan menjalankan roda berjalannya organisasi di tingkat Desa maka ada yang disebut dengan Pemerintahan Desa dan Pemerintah Desa. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sedangkan Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain ada yang disebut dengan jarwo, kuwu, lurah dan lain sebagainya dibantu oleh perangkat desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.

  Sebagaimana yang diketahui, semenjak lahirnya Undang-undang tentang Desa, Pemerintahan Desa memiliki anggaran Dana Desa yang di gelontorkan dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) sesuai dengan kriteria yang mencakup tiga bidang yaitu di bidang Lingkungan, Sosial dan Ekonomi yang di ukur oleh alat ukur IDM (Indeks Desa Membangun), sesuai dengan priotitas pembangunan menyesuaikan dengan kondisi, potensi alam, hak asal usul, jumlah penduduk, dan lain sebagainya yang telah ditentukan sebagai tolak ukur pemberian jumlah nominal anggaran dana desa tersebut.

  Tidak hanya itu, masih bersumber dari Undang-undang Tentang Desa Nomor 6 Tahun 2014 Bab VIII Keuangan Desa dan Aset Desa pasal 71 bahwa keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa. Berlanjut Pada pasal 72 mengatakan bahwa Pendapatan Desa bersumber dari : 

a. Pendatapatn asli Desa terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong dan lain-lain pendapatan asli Desa; 

b. alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; 

c. Bagian dan hasil pajak daerah dan retribusi daerah kab/kota; d. Alokasi dana dana Desa yang merupakan bagian dari dana pertimbangan yang diterima kabupaten/kota; 

e. Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah Provinsi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/kota; 

f. Hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga; 

g. Lain-lain pendapatan Desa yang sah.

  Akhir-akhir ini terjadi polemik dan dinamika sebagaimana yang telah diketahui dapat ditemukan pada media televisi, media masa baik koran maupun media elektronik/digital lainnya, sedang ramai pembahasan mengenai isue perubahan masa jabatan kepala Desa dan Penambahan Dana Desa dari APBN yang diawali dengan gejolak aksi demo baik dari para kepala Desa yang tergabung pada organisasi APDESI maupun perangkat desanya sehingga mendorong untuk revisi Undang-undang Tentang Desa.

  Dalam Undang-undang Desa Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa Pasal 39 ayat 1 termaktubbahwa Kepala Desa memegang jabatan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantkan. Lalu kemudian dilanjutkan pada ayat ke 2 nya bahwa Kepala Desa dapat menjabat paling banyak 3 (tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.

  Desa yang kita bayangkan bahkan kita rasakan selama ini penuh dengan kedamaian, sejuk, hijau alamnya, kaya akan sumberdaya alamnya, masyarakatnya hidup rukun dan masih menjungjung tinggi nilai gotong royong, ternyata tidak bisa juga dilepaskan dari peran politik dan kepentingan politik baik politik lokal regional hingga nasional, hingga menuai konflik yang berlarut salah satunya tuntutan para kepala Desa untuk perubahan masa jabatan dari yang awalnya 6 tahun dengan maksimal 3 kali pemilihan/periode menjadi 9 tahun akan tetapi cukup 2 periode dengan dalih meminimalisir akan berlanjutnya konflik sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat dalam cakupan kecil Desa sehingga dapat mengganggu proses berlangsungnya pembangunan di Desa, juga meminimalisir anggaran yang dikeluarkan dalam proses pemilihan kepala Desa, dan dengan waktu yang cukup panjang dalam satu periode diharapkan kepala Desa dapat membangun dengan maksimal, apalagi di topang dengan gelontoran yang bertambah dari pemerintah pusat. Namun apakah ketika terjadi perubahan masa jabatan kepala Desa dan dengan Bertambahnya alokasi Anggaran dana Desa dari pusat akankah sesuai harapan dan yang diharapkan oleh rakyat yaitu pemerataan pembangunan, menjunjung tinggi nilai keadilan dan kesejahteraan sesuai dengan lokalitas/kearifan lokal, lalu siapakah yang akan di untungkan?

Also Read:
Post a Comment
Close Ads