BSY0BSWiGSMpTpz9TUAoGfC7BY==

PILPRES SEMAKIN DEKAT HIPERTENSI POLITIK SEMAKIN MENINGKAT

Oleh : Nanang Gojali

Kurang dari sebulan acara puncak pesta demokrasi pilpres akan berlangsung di negara kita. Berbagai tahapan sudah dan sedang dipersiapkan oleh sohibul hajat KPU. Dan, urat syaraf politik dari seluruh kontestan dan para pengusung serta penduduknya, juga sudah semakin menegang. Dari mulai debat capres-cawapres hingga pecet-memecat pengurus Ormas mewarnai ketegangan dan eskalasi politik.

Kenapa urat syaraf ikut-ikutan tegang karena Pilpres? 

1. Dimanapun, di negara sebesar Amerika pun yang demokrasinya sudah (dianggap) mapan, Pilpres itu selalu memicu ketegangan bahkan konflik horizontal. Barangkali pembaca masih ingat, Benazir Bhutto presiden Pakistan dibunuh oleh lawan politiknya. Baru² ini juga, Anies Baswedan mendapat ancaman pembubuhan dari seorang netizen yang alhamdulillah tersangkanya sudah ditangkap. Termasuk relawan Prabowo-Gibran, juga mobilnya mendapat serangan teror. Ketegangan politik itu seperti sudah merupakan harga yang harus dibayar, seperti sudah menjadi sebuah konsekwensi dari demokrasi. 

2. Meskipun umur demokratisasi di negara kita sudah 25 tahun sejak Reformasi tahun 1998, kedewasaan berdemokrasi rakyat masih belum matang. Cara berdemokrasi mayoritas bangsa kita masih mengandalkan kekuatan otot dan perasaan. Belum dewasa secara emosional dan intelektual. Dalam kontek Pilpres, disadari atau tidak masih menggunakan cara-cara machiavelistik. Pokoknya yang penting menang walaupun harus dengan menghalalkan yang haram. 

3. Masih menyambung dengan point 2, mayoritas rakyat pemilih masih belum benar-benar memahami hakekat demokrasi sebagai instrumen pengambilan keputusan atas dasar kedaulatan rakyat. Sejatinya, sejak Reformasi bergulir, rakyat harus sudah menyadari bahwa demokrasi itu  kedaulatan ada di tangan rakyat yang mayoritas. Dan rakyat yang minoritas harus legowo dengan lapang dada menerima pilihan mayoritas. Jika faktanya yang menang Pilpres itu pasangan yang tidak kita pilih, maka kita bukan saja harus siap menang tetapi juga harus siap kalah. Karena itulah konsekwensi demokrasi. Dan jika bangsa Indonesia sudah memiliki kesadaran berdemokrasi yang benar, maka insyaallah akan bisa meminimalisir ketegangan urat syaraf yang pada gilirannya akan mengurangi konstelasi yang akan memicu konflik sosial...

Comments0

Terima Kasih atas saran, masukan, dan komentar anda.