HEADLINE
---
deskripsi gambar

Menyoal Potensi Zakat Perdagangan Karbon di Indonesia

Oleh: Abdussalam, S.H.,M.E


Perdagangan karbon merupakan mekanisme yang disepakati dalam Kyoto Protocol dan Paris Agreement yang memberikan hak kepada negara untuk melakukan jual beli karbon (tradable emission rights). Di Indonesia, dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 98 Tahun 2021 didefinisikan bahwa perdagangan karbon adalah sebuah mekanisme berbasiskan pasar guna mengurangi emisi gas rumah kaca melalui kegiatan jual beli unit karbon. Dalam sistem perdagangan karbon, negara atau perusahaan dapat menjual kredit karbon yang dimilikinya, sedangkan pihak lain yang memiliki penghasil emisi karbon di atas batas ketentuan dapat membeli kredit karbon.

Potensi perdagangan karbon di Indonesia sangat menjanjikan, berdasarkan Katadata Insight Center (2022) bahwa 125,9 juta hektare hutan hujan tropis dapat menyerap 25,18 miliar ton karbon, kemudian 3,31 juta hektare hutan mangrove dapat menyerap 33 miliar ton karbon dan 7,5 juta herktare lahan gambut dapat menyerap 55 miliar ton karbon. Luasnya hutan Indonesia didukung dengan instrumen kebijakan pemerintah mendorong berjalannya skema perdagangan karbon dalam upaya pencapaian net-zero emissions. Indonesaia berpotensi menghasilkan sumber pendapatan tambahan dari perdagangan karbon yang dinilai dapat mencapai Rp 8.000 triliun rupiah. Dana tersebut dapat digunakan untuk kepentingan rehabilitas mangrove, pengelolaan sampah melalui ekonomi sirkular, dan program mitigasi maupun penanganan perubahan iklim.

Setelah OJK merilis Surat Edaran OJK (SEOJK) yaitu SEOJK 12/2023 berisikan tentang tata cara penyelenggaraan perdagangan karbon melalui bursa karbon. Kemudian Bursa Efek Indonesia (BEI) mendaftarkan diri untuk menjadi lemabaga penyelenggara transaksi bursa karbon di Indonesia. Pada Senin 18-9-2023 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memberikan izin usaha Penyelenggara Bursa Karbon kepada PT Bursa Efek Indonesia (BEI). Sehingga operasional perdagangan karbon saat ini resmi dikelola oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai Lembaga penyelenggara. Sesuai dengan Peraturan OJK (POJK) Nomor 14 Tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon, IDXCarbon sebagai Penyelenggara Bursa Karbon menyediakan sistem perdagangan yang transparan, teratur, wajar, dan efisien. Selain memberikan transparansi pada harga, perdagangan IDXCarbon juga memberikan mekanisme transaksi yang mudah dan sederhana.

Mekanisme perdagangan karbon yang terjadi di pasar bursa karbon dapat diilustrasikan sebagai berikut: Emitor A sebagai penjual merupakan Perusahaan yang memiliki surplus karbon atau penghasil karbon dioksida yang sedikit, sehingga kelebihannya dapat diperdagangkan. Sedangankan Emitor B merupakan Perusahaan yang memiliki defisit karbon atau penghasil karbon tinggi, sehingga harus membeli Unit Karbon. 

Batas Unit Emisi merupakan emisi wajar yang dapat dikeluarkan oleh perusahan tersebut setelah dihitung nilai wajarnya oleh lembaga pemerintah atau pihak terkait. Carbon market merupakan penyelenggara perdagangan karbon dalam hal ini Bursa Efek Indonesia (BEI). Dalam pasar karbon yang diperdagangkan merupakan hak atas emisi gas rumah kaca yang disebut sebagai Unit Karbon.

Saat ini, perdagangan karbon di Indonesia masih belum begitu signifikan peminatnya, kerena sosialisasi yang dilakukan oleh Bursa Efek Indonesia belum begitu masif, bahkan masyarakat pada umumnya masih belum mengetahui terkait ekonomi atau perdagangan karbon. Berikut perusahan yang sudah melakukan transaksi jual beli karbon, sebagai penjual ada perusahaan Pertamina New and Renewable Energy (PNRE), kemudian sebagai pembeli terdapat beberapa perusahaan diantaranya PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA), PT Bank DBS Indonesia, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT BNI Sekuritas, PT BRI Danareksa Sekuritas (bagian dari PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk), PT CarbonX Bumi Harmoni, PT MMS Group Indonesia, PT Multi Optimal Riset dan Edukasi, PT Pamapersada Nusantara, PT Pelita Air Service, PT Pertamina Hulu Energi, PT Pertamina Patra Niaga

Dalam konteks fiqih muamalah, transaksi karbon ini diperbolehkan melalui dua pendekatan, yaitu: Pertama, Adanya bentuk konpensasi yang wajib di bayar bagi pihak penghasil karbon tinggi kepada negara atau perusahaan yang menyerap karbon. Hal ini dipertegas oleh kaidah asasiyah yaitu “Al Dhararu Yuzalu” artinya Kemadharatan harus dihilangkan. Kedua, mengkategorikan perdagangan karbon sebagai bentuk transaksi antar dua belah pihak, yaitu antara perusahan penghasil karbon tinggi sebagai perusak (mufsid) dan perusahaan atau negara penyerap karbon sebagai yang memperbaiki (mushlih). Hal ini dipertegas oleh pernyataan K.H. Afifuddin Muhajir (Dewan Pimpinan Pusat-Majelis Ulama Indonesia) bahwa perdagangan karbon tidak ada masalah dalam syariat Islam, karena bentuknya kompensasi dari pihak yang telah melakukan kerusakan alam atau sebagai taransaksi jual beli antar kedua belah pihak.

Dalam konteks objek zakat, perdagangan karbon dapat di qiyas kan kedalam zakat perdagangan pada umumnya, karena memiliki karakteristik aktivitas yang sama. Zakat perdagangan adalah zakat yang dikeluarkan dari harta niaga, sedangkan harta niaga adalah harta atau aset yang diperjualbelikan dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan. Dengan demikian maka dalam harta niaga harus ada 2 motivasi: Motivasi untuk berbisnis (diperjualbelikan) dan motivasi mendapatkan keuntungan. Cara menghitung zakat perdagangan karbon dimulai dengan mengetahui batas nishabnya. Nisab zakat perdagangan senilai 85 gram emas dengan tarif zakat sebesar 2,5% dan sudah mencapai satu tahun (haul). Adapun cara menghitung zakat perdagangan karbon sebagai berikut: (Harga Unit Karbon x Jumlah Penjualan) x 2,5%. 

Perdagangan karbon sebagai potensi objek zakat, hal ini menjadi peluang sekaligus tantangan bagi lembaga zakat. Peluang, Perdagangan karbon akan menjadi nafas baru bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia, Perdagangan karbon menjadi salah satu instrumen utama bagi negara-negara di dunia untuk mengurangi emisi GRK, Potensi zakat perdagangan karbona akan begitu besar jika dioptimalkan dengan baik. Tantangan, Belum ada fatwa yang jelas dari DSN-MUI tentang kebolehan perdagangan karbon, Informasi perdagangan karbon belum banyak diketahui oleh masyarakat umum, aktivitas perdagangan karbon masih ada kemungkinan muncul polemik jika saat ini menjadi objek zakat.

Post a Comment