CIANJUR, [KC].- Puluhan petani dari Hauwangi-Bojongpicung menggelar aksi unjuk rasa ke gedung DPRD Cianjur di Jalan KH. Abdullah bin Nuh, Selasa (5/5/2015). Para petani yang tergabung dalam Paguyuban
Petani Daun Pisang Manggala (PP-DPM) itu sempat menggelar aksi yang sama ke kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Cianjur kemudian dilanjutkan
ke kantor Pengadilan Negeri (PN) Cianjur, ke Pemda Cianjur dan terakhir
ke kantor DPRD Cianjur.
Berdasarkan pantauan di gedung DPRD,
dalam aksinya petani membawa sejumlah sepanduk yang salah satu isinya
meminta penghentian kriminalisasi kepada para petani. Selama ini petani
mengaku sering diteror oleh oknum yang tidak bertanggungjawab terkait
lahan garapan di wilayah Bojongpicung dan Haurwangi Kabupaten Cianjur
yang dikuasai PTPN VIII.
"Petani butuh lahan bukan teror, kami
petani sangat siap bayar pajak tanah garapan, kepada media yang baik
hati mohon sampaikan lidah kami kepada para intansi terkait hatur
nuhun," tulis dalam spanduknya.
Koordinator Aksi Jajang Samita
mengungkapkan, para petani tidak meminta lebih, hanya ingin melanjutkan
tanah garapan yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi
keluarganya. Banyak para petani yang menanam pisang dan daunya dijual
untuk memenuhi kebutuhan hidup.
"Kami minta lahan garapan sekitar
lima persen saja, itupun dengan sistem kontrak juga tidak masalah. Yang
jelas petani butuh mata pencaharian, bukan butuh teror atau ancaman.
Kami minta agar para petani diberikan kesempatan untuk menggarap lahan,"
tegasnya.
Sementara menurut Ketua PP-DPM, Hasanudin, konflik
petani di wilayah Desa Cihea Kecamatan Haurwangi itu bermula saat PTPN
VIII "menyerobot" lahan yang digarap para petani. PTPN VIII mengklem
lebih berhak atas tanah seluas 236,8 hektar dibandingkan PP-DPM karena
telah mengantongi SK yang dikeluarkan Dinas Kehutanan dan Perkebunan
(Hutbun) Kabupaten Cianjur tanggal 3 Oktober 2013 Nomor
525/791/Dishutbun/2013.
"Tanah itu awalnya memang dikuasai oleh
PTPN XII namun pada tahun 2002 HGUnya telah habis. Saat terlantar itulah
dimanfaatkan oleh para petani hingga saat ini. Namun pada 20 Agustus
2014 tiba-tiba PTPN VIII masuk kelahan petani dan membuldozer tanaman
petani berupa pohon pisang, jagung, singkong dan lainnya," katanya.
Tindakan
PTPN VIII itu mengacu pada surat nomor 525/2895/Dishutbun tentang
perubahan jenis tanaman dari kakao menjadi sawit pada 21 Juli 2014.
"Izin itu tentu saja tidak sesuai dengan prosedur, karena pada saat
bersamaan petani yang sudah menggarap selama 12 tahun tidak dilibatkan,"
jelasnya.
Pernah kata Hasanudin, diadakan pertemuan antara PTPN
VIII dengan PP-DPM dan dihadiri sejumlah intansi terkait seperti BPN
pada 23 April 2015 lalu. Dalam pertemuan tersebut terungkap bahwa HGU
PTPN XII sudah habis dan tidak ada mengeluarkan HGU untuk PTPN VIII.
Meski begitu PTPN VIII terus melakukan aktivitas perkebunan tanpa HGU.
"Atas
kejadian ini sebanyak 211 KK petani yang tergabung dalam PP-DPM
kehilangan mata pencaharian utamanya, tidak bisa membiayai anak sekolah,
tidak bisa membiayai anak dipesantren. Selama ini para petani telah
menggantungkan hidupnya diatas tanah yang dirampas oleh PTPN VIII,"
jelasnya.
Ketua Komisi I DPRD Cianjur H. Endang Rentek melalui
anggotanya Usep Setiawan menegaskan akan menindak lanjuti apa yang
disampaikan oleh para petani. Pihaknya sangat membutuhkan data terkait
lahan yang menurut petai diserobot oleh PTPN VIII.
"Tentu akan
kita tindak lanjuti, ini aspirasi masyarakat. Namun untuk menindak
lanjutinya kita sangat memerlukan data terhadap objek yang
disengketakan. Kita akan mencari datanya terlebih dahulu baru bisa
mengambil langkah-langkah apa yang harus kami lakukan," kata Usep [KC-02]**.
Comments0
Terima Kasih atas saran, masukan, dan komentar anda.