Hubungan Yahya Cholil Staquf—atau yang akrab disebut Gus Yahya—dengan Israel telah menjadi salah satu isu yang paling sering diperbincangkan dalam ruang publik Indonesia beberapa tahun terakhir. Jejak digital yang terekam di berbagai platform media, mulai dari pemberitaan internasional, unggahan media sosial, hingga dokumentasi video, memperlihatkan bahwa keterlibatan Gus Yahya dengan tokoh-tokoh Israel memang terjadi secara nyata dan bukan sekadar isu yang dibesar-besarkan.
Kunjungan ke Israel Tahun 2018
Puncak perhatian publik terhadap hubungan tersebut muncul pada tahun 2018. Kala itu, Yahya Staquf, yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PBNU, melakukan perjalanan ke Israel untuk memenuhi undangan menjadi pembicara dalam sebuah forum dialog lintas agama. Dalam rangkaian kunjungan tersebut, ia juga bertemu dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.
Pertemuan ini bukan hanya diliput oleh media internasional, tetapi juga diunggah langsung oleh Netanyahu melalui akun media sosial resminya. Dalam unggahan itu, Yahya diperkenalkan sebagai tokoh Islam dari Indonesia sekaligus pejabat tinggi NU. Unggahan itulah yang kemudian memperkuat jejak digital mengenai hubungan keduanya.
Forum Dialog dan Agenda Diplomasi Kemanusiaan
Selama berada di Israel, Yahya menghadiri acara yang diselenggarakan oleh American Jewish Committee (AJC) dan memberikan kuliah umum di institut akademik setempat. Dalam beberapa pernyataannya kepada media, ia menegaskan bahwa kunjungannya bertujuan untuk menyuarakan keprihatinan atas nasib rakyat Palestina, sekaligus memperkenalkan gagasan perdamaian berbasis nilai kemanusiaan dan pendekatan agama.
Gus Yahya berkali-kali menekankan bahwa kunjungannya dilakukan atas nama pribadi, bukan institusi. Ia menyebut bahwa diplomasi agama menjadi medium yang penting untuk menembus kebuntuan politik di Timur Tengah.
Reaksi Publik dan Kontroversi Internal
Meski Gus Yahya mengklaim niatnya bersifat advokatif, kunjungannya memicu reaksi keras dari berbagai kalangan di Indonesia. Sebagian besar publik menilai kehadiran tokoh NU di Israel berpotensi disalahartikan sebagai bentuk normalisasi terhadap rezim Zionis, terlebih Indonesia selama ini konsisten menolak hubungan diplomatik dengan Israel.
Kritik juga datang dari internal NU, yang menilai bahwa pertemuan tersebut menimbulkan kesan bahwa NU memiliki “kedekatan” dengan Israel. Kontroversi semakin menguat setelah unggahan Netanyahu memperkenalkan Yahya dengan jabatan NU—sesuatu yang dianggap tidak sejalan dengan pernyataan bahwa kunjungannya dilakukan secara pribadi.
Di sisi lain, ada pula suara yang memahami langkah tersebut sebagai upaya membuka jendela dialog baru dalam menyuarakan kemanusiaan Palestina melalui mekanisme yang lebih fleksibel dibanding diplomasi formal antarnegara.
Jejak Digital Lain yang Menguatkan
Selain unggahan Netanyahu, rekaman video pertemuan dan materi pidato Yahya masih dapat ditemukan di berbagai platform seperti YouTube dan arsip pemberitaan. Jejak digital ini menunjukkan bahwa Gus Yahya memang aktif dalam berbagai forum yang menghadirkan perwakilan dari komunitas Yahudi internasional, termasuk yang berbasis di Israel.
Jejak digital lain juga muncul pada tahun-tahun setelahnya, ketika sejumlah kader muda NU dilaporkan berkunjung ke Israel dan bertemu Presiden Isaac Herzog. Dalam insiden itu, Yahya bahkan menyampaikan permintaan maaf karena menilai pertemuan tersebut tidak memberikan manfaat strategis bagi perjuangan Palestina.
Antara Dialog, Risiko Politik, dan Persepsi Publik
Hubungan Yahya Staquf dengan Israel menempatkan dirinya dalam posisi yang tidak mudah. Di satu sisi, gagasan dialog lintas agama merupakan pendekatan yang kerap digunakan dalam diplomasi modern untuk membuka ruang komunikasi di tengah konflik berkepanjangan. Namun di sisi lain, kedekatan simbolik dengan Israel tetap menjadi isu sensitif di Indonesia, negara yang secara tegas menyuarakan dukungan terhadap Palestina.
Jejak digital tentang pergaulan Yahya dengan Israel juga memperlihatkan bagaimana setiap langkah tokoh publik kini direkam, disimpan, dan dianalisis oleh publik. Kunjungan diplomasi, pertemuan formal, hingga postingan pihak lain—semuanya dapat menjadi bukti visual yang memengaruhi persepsi masyarakat luas.
Penulis : Nihaya Fatimatuzahra
Hubungan Yahya Staquf dengan Israel bukan hanya soal kunjungan tahun 2018, tetapi juga tentang bagaimana sebuah upaya dialog dapat menimbulkan resonansi panjang dalam jagat digital. Jejak digital yang ada saat ini menunjukkan bahwa pertemuan tersebut merupakan fakta yang terdokumentasi, namun interpretasi publik terhadapnya sangat beragam—mulai dari melihatnya sebagai langkah diplomasi progresif, hingga menilainya sebagai tindakan yang berisiko secara moral dan politik.
Dengan semakin kuatnya rekam digital, diskursus ini tampaknya akan terus menjadi bagian dari catatan perjalanan Yahya Staquf sebagai tokoh nasional, sekaligus refleksi tentang bagaimana batas antara diplomasi, agama, dan opini publik terus bergerak dinamis di era modern.
.png)

Comments0
Terima Kasih atas saran, masukan, dan komentar anda.